Senin, 22 Agustus 2016

Perlunya Pemerintah dan Masyarakat Kuantan Singingi Bersinergi dalam Menjadikan Pacu Jalur sebagai Tujuan Pariwisata Budaya


oleh : Pispian Rahman, S.Sn

A. Pacu Jalur Sebagai Potensi Pariwisata budaya
Pacu Jalur merupakan budaya yang masih berlanjut di tengah kehidupan masyarakat yang dalam satu dasawarsa terakhir berkembang pesat dengan antusias yang tinggi tidak hanya bagi penduduk yang ada di dalam tetapi juga di luar daerah Kabupaten Kuantan Singingi. Pacu Jalur sudah menjadi agenda tahunan yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang event besarnya dilaksanakan selama empat hari di Tepian Narosa Teluk Kuantan pada bulan Agustus setiap tahunnya, rangkaian kegiatan pacu jalur ini di awali dengan dilaksakannya event Pacu Jalur Rayon I, II, III, dan IV di Kecamatan yang ditetapkan pemerintah secara bergiliran, selain itu di beberapa kecamatan sebelum event rayon ini, juga tak jarang dilaksanakan pacu jalur uji coba, dalam ajang ini biasanya banyak diikuti oleh jalur yang ada di kecamatan tersebut, selain itu penyelenggaran ajang uji coba ini pun dibiayai oleh dana swadaya masyarakat atau donatur, pemuka masyarakat serta Perangkat Adat Kenegerian tempatan itu sendiri, sehingga menyatakan bahwa budaya pacu jalur di aliran sungai Kuantan sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat kabupaten Kuantan Singingi secara turun temurun adalah hal yang tak bisa dibantah lagi.

Mencermati bagaimana proses pembuatan sebuah kayu jalur, melayur jalur, melatih fisik pendayung, hingga turun ke gelanggang perpacuan, semua di lalui dengan motivasi pengorbanan waktu, tenaga dan biaya yang juga tidak sedikit, semua dilakukan bukan untuk tujuan-tujuan ekonomi (mata pencaharian), meskipun pemenang pada setiap event akan mendapatkan hadiah dari penyelenggara Festival Pacu Jalur (FPJ), namun hal terebut itu tidak bisa di pandang setimpal dengan yang telah dikorbankan oleh masyarakat yang ikut berpartisipasi demi pembuatan Jalur,  rangkaian proses tersebut dilakukan demi warisan leluhur, eksistensi budaya, yang di balut dalam kegembiraan nilai-nilai kebersamaan, saling menopang, saling membantu, saling bergotong royong demi kebanggaan atas jati diri kampung, tempat hidup serta tanah kelahiran, bagaimana tidak prestasi jalur mengisyaratkan sebuah negeri tersebut telah mengerti makna berangkulan, bahu membahu dalam kata mufakat, semua meluangkan waktu, yang tua memberi sokongan, yang muda menyanggupi, yang kaya membantu, yang kuat memberi tenaga, yang cerdik mengatur rencana atau menyumbang pemikiran, semua itu tersusun penuh dalam nilai-nilai kearifan lokal yang bermuara pada kecintaan terhadap budaya pacu jalur. keadaan inilah yang harusnya terus tumbuh dan berkembang sesuai kaidahnya, nilai kearifan lokal dalam semangat membuat jalur, mendayung jalur yang sarat dengan kebersamaan, nilai-nilai inilah perlu di awasi, jangan sampai sentuhan kapitalisasi budaya yang tujuannya mensejahterakan masyarakat tapi  justru mempertajam ketimpangan ekonomi karena hanya dinikmati dan dikelola segelintir golongan saja.

Sebagai sebuah kehidupan masyarakat yang berbudaya juga tidak bisa di pungkiri, bahwa semua peningkatan dan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat pendukung budaya akan menjadi tantangan yang harus di hadapi dan selalu diupayakan, dalam pengelolaan, ruang dan porsi yang tepat agar tidak salah arah ketika harus menggandeng pihak swasta atau kemandirian usaha dalam bentuk komersialisasi budaya  yang justru dapat mengikis nilai moral atau kearifan lokal itu sendiri.

Menurut James J. Spillane (2003) bahwa produk pariwisata budaya memiliki segmen pasar khusus yaitu para ”knowledge workers” atau dalam istilah kepariwisataan disebut ”mature tourist” atau wisatawan yang berpengalaman dimana mereka melakukan perjalanan atau kunjungan ke kawasan lain dengan tujuan tidak hanya bersifat recreational tetapi lebih bermotivasi untuk menimba pengalaman melalui keterlibatan langsung dengan aktivitas kehidupan dan tradisi serta budaya masyarakat lokal. Segmen wisatawan tersebut terdiri para lanjut usia atau pensiunan (retired) yang pada umumnya merupakan kelompok menengah ke atas dan berpendidikan yang mempunyai waktu luang untuk bepergian.

Pacu Jalur sebagai sebuah budaya yang bersifat tangibel atau konkret, bersifat living culture (budaya yang masih berlanjut) dan cultural heritage (warisan budaya masa lalu), dengan berbagai keunikannya memiliki daya tarik utama untuk menarik kunjungan wisatawan, perlu dikelola bersama pemerintah, pihak swasta, masyarakat pendukung, komunitas seni dan budaya, sebagai sebuah bentuk "Pariwisata Budaya" yang tetap dalam keberlanjutan, namun mampu pula sebagai salah satu jalan baru menuju kemakmuran negeri.
Guna memahami lebih jauh, dan bagaimana harusnya peran pemerintah dapat bersinerji dengan peran masyarakat sebagai pemilik kebudayaan dalam upaya menjadikan pariwisata budaya pacu jalur sebagai ikon utama pariwisata riau yang sustainable dan menjadi bagian yang memiliki  eksistensi dalam dunia pariwisata nusantara dan bagi wisatawan manca negara kedepan, sebagai sebuah hasil cipta, karya dan karsa masyarakat daerah aliran sungai yang dapat di perhitungkan.

Rumusan masalah inilah kemudian, menurut penulis menarik untuk ditinjau kembali dari berbagai literatur tentang pariwisata budaya untuk diulas agar dapat memberikan masukan, semangat sehingga memiliki persepsi yang sama bagi pembaca khususnya pihak terkait di Kabupaten Kuantan Singingi dalam rangka kemajuan pengelolaan dan perkembangan budaya Pacu Jalur sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) dalam bentuk Pariwisata Budaya.

B. Peran Pemerintah dalam Pariwisata Budaya

Pacu Jalur dapat dipandang sebagai event simbol utama yang dapat ditunjang berkembangnya oleh 12 unsur pariwisata budaya lainnya, dimana potensi kepariwisataan tersebut dapat menarik kedatangan wisatawan, antara lain:
1.  Bahasa (language).
2.  Adat Istiadat Masyarakat/kebiasaan (traditions).
3.  Kerajinan tangan (handicraft).
4.  Makanan dan kebiasaan makan (foods and eating habits).
5.  Musik dan kesenian (art and music).
6.  Sejarah suatu tempat (history of the region)
7.  Cara Kerja dan Teknolgi (work and technology).
8.  Sistem Kepercayaan (religion)
9.  Bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing daerah tujuan wisata (architectural characteristic in the area).
10. Tata cara berpakaian penduduk setempat (dress and clothes).
11. Sistem pendidikan (educational system).
12. Aktivitas pada waktu senggang (leisure activities).

Upaya mendatangkan wisatawan sebagai daya tarik perlu dilakukan dengan  terencana dan matang, secara sederhana orientasi pariwisata dapat dibagi pada beberapa indikator; (a) seberapa lama wisatawan dapat bertahan atau berada di sebuah kawasan wisata (b) seberapa besar tingkat konsumsi wisatawan (menggunakan uang) mereka dalam menikmati jasa wisata, produk wisata (kerajinan, masakan khas dan lain lain),  demi kebutuhan akan ketertarikan wisata, dan yang tak kalah penting adalah; (c) seberapa besar gelombang atau jumlah personal wisatawan domestik maupun asing mampu didatangkan, yang dalam perspektif ini tentunya tidak terlepas cara promosi atau kemudahan dan daya pikat informasi pariwisata budaya pacu jalur yang dapat mudah dan jelas untuk diakses dalam menawarkan layanan.

Dari tiga indikator tersebut, sangat berkaitan dengan bagaimana rute wisata dan kenyaman wisatawan dapat mendapat kenyamanan baik sarana prasarana penunjang yang ada, keamanan seperti akomodasi tempat tinggal, sistem transportasi, guide (pemandu) bagi agen travel wisata, potensi produk seni dan kerajinan, dan pengemasannya melalui program kampanye budaya yang dapat merangkul menarik minat untuk berekreasi sambil mencari pengalaman dengan potensi pariwisata budaya kita di sajikan.

Untuk itu peranan pemerintah dalam mendorong peningkatan hal tersebut mesti terlihat jelas dalam peran-peran yang nyata,  dapat berupa :
1.  Peranan Pemerintah dalam ekonomi pasar
Sistem ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi, dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.

2.  Pajak dalam pariwisata
Bergulirnya kebijakan tentang otonomi daerah yang diatur dalam Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI. dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU No.32 Tahun 2004), dengan kewenangan yang diberikan pada pemerintahan daerah, potensi pariwisata harusnya dikelola sehingga dapat diandalkan sebagai unsur utama dalam PAD, berkenanan dengan   pelaksanaan pajak dalam pariwisata, antara lain:
a. Pajak atas produk pariwisata biasa dalam bentuk pajak dibebankan kepada konsumen yang bertindak sebagai wisatawan
b. Pajak dibebankan kepada pemakai jasa pariwisata.

3. Pengeluaran Pemerintah dalam pariwisata
pengeluaran ini mencakup penyelenggaraan event atau kegiatan budaya yang menarik serta penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang layak bagi wisatawan.

4. Pengawasan Pemerintah dalam pariwisata.
Pengawasan hal di atas guna mengontrol penyimpangan nilai budaya dan pengelolaan, lewat aturan dan mekanisme yang telah melalui proses kajian yang terus menerus di evaluasi oleh lembaga pemerintah terkait, tentunya dengan menampung masukan dari pihak-pihak yang berkepentingan

C.  Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan kebudayaan dan pariwisata
Menjadikan Kuantan Singingi sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) tentunya tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat tempatan sebagai pemilik budaya tersebut, karena budaya berdinamika melibatkan manusia sebagai pelaku dalam menciptakan ide, karya dan karsa hasil budaya yang di pertahankan secar turun-temurun, kemudian berkembang dinamis sejalan dengan perkembangan zaman dan paradigma masyarakat memahami budayanya. kita tentu berharap ide (sistem keyakinan, pengetahuan, nilai-nilai, dan norma-norma), perilaku (peralatan hidup, arsitektur, pakaian, makanan olahan, hasil-hasil teknologi, dan lain-lain), dan materi (ritual perkawinan, upacara-upacara keagamaan atau kematian, seni pertunjukan, keterampilan membuat barang-barang kerajinan) ini tetap di lestarikan sebagai bahan mentah pariwisata budaya, apabila menjadikan pariwisata budaya sebagai pendapatan  ekonomi daerah.

Pembaca tentunya sepakat bahwa, pembangunan pariwisata harus mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan agar masyarakat mampu berperan serta secara aktif untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Usaha pariwisata harus mengedepankan kepentingan masyarakat sehingga masyarakat dapat mengambil bagian dalam pengelolaan sumber daya budaya. sehingga konsep kepariwisataan berbasis masyarakat menjadi prinsip dasar dalam mengimlementasikan pariwisata budaya Pacu Jalur sebagai ujung tombak pengenalan daya tarik adat, tradisi, dan kesenian yang ada di masyarakat. 

Pelibatan aktif masyarakat secara terbuka, duduk bersama mufakat baik unsur adat, penggiat seni, budayawan, dan ekonomi kreatif bisnis produk lokal, dengan dialog dengan umpan balik dari masyarakat, dengan kejujuran dan keterbukaan, pelibatan dari awal dengan melahirkan komitmen terhadap masyarakat. Manfaat yang dapat diambil dengan diberikannya kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya, maka mereka akan lebih bersemangat dalam mendukung upaya pengembangan pariwisata, dan pada akhirnya mereka akan dengan sukarela mendukung kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pariwisata, seperti membagi informasi tentang pariwisata di daerahnya dalam hal ini masyarakat Kuantan Singingi di manapun berada baik di perantauan, maupun yang bepergian karena sudah merasa bagian dari dirinya tanggung jawab bersama sebagai simbol jati diri, kebangggaan , dan sadar bahwa potensi ekonomi pariwisata berpengaruh terhadap kesejahteran kerabat di daerahnya, sehingga secara sukarela  terwujud dalam sikap dan tindakan pengenalan yang mungkin  di lakukan dengan memanfatkan semua kemampuan hubungan sosialnya di daerah lain.

Peran serta dengan melibatkan masyarkat dalam event pacu jalur dengan keterkaitanny dengan unsur budaya lainnya, yang secara berkeadilan agar terjadi konflik kepentingan, dan saling memahami dalam aturan kesefahaman bersama, sebagai contoh perwujudan pelibatan ini, masyarakat dilibatkan langsung dalam memberikan layanan tour/travel (penyedia jasa transportasi), memberikan ruang usaha perhotelan bagi pihak swasta, pengaturan dalam bentuk Tribun  jalur yang tak merusak keindahan mata, penyedian ruang seluasnya dan dikedepankan produk lokal yang mencirikan keunikan daerah, memberi ruang untuk komunitas seni dan kreatif untuk menciptakan pasarnya atau promosi kreatifitas sendiri, bahkan memberikan ruang bagi praktisi, akademisi untuk berdiskusi, menulis dan meneliti khasanah, maupun kritik budaya sebagai jembatan komunikasi pemahaman dari nilai-nilai kearifan lokal, sehingga muncul bentuk inovatif dari identitas kebudayaan daerah tetap bisa dipertahankan namun dapat diterima sejalan perkembangan zaman.

Diakhir tulisan tentunya kita dapat bersepakat sebagai langkah nyata awal yang dapat diupayakan adalah membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif  serta mitra yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat pendukung perlu di ciptakan, sekaligus tetap melakukan kajian-kajian kepariwisataan dan budaya yang masif pula layaknya sebagai gerakan bersama agar potensi pariwisata budaya Pacu Jalur menjadi corong potensi keunikan wisata lainnya yang dapat meningkatkan pendapatan daerah dan menjadi solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan tetap mempertahankan kearifan lokal gagasan budaya kabupaten Kuantan Singingi.

Pekanbaru, 22 Agustus 2016.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pariwisata_berbasis_budaya.
https://anggorocahyadi.wordpress.com/2010/01/27/pengembangan-pariwisata-budaya-dan-tantangannya.
http://www.temukanpengertian.com/2014/01/pengertian-sistem-ekonomi-pasar-liberal.
https://emperordeva.wordpress.com/about/peranan-pemerintah-dalam-pariwisata.
http://wisatadanbudaya.blogspot.co.id/2010/03/pariwisata-budaya-dan-peran-serta.

Selasa, 16 Agustus 2016

"FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKUATAN JALUR"

oleh : Pispian Rahman, S.Sn
(Ketua Komite Kajian, Pengembangan dan Penelitian Seni Budaya Dewan Kesenian Kab. Kuantan Singingi)

Pacu jalur dapat dibilang sebuah ajang perlombaan budaya yang unik, ditinjau dari sejarahnya jalur (perahu panjang) sebagai alat angkut penting bagi warga desa, untuk hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut sekitar 40-60 orang. kemudian berkembang hingga jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, lipan, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya, ditambah lagi dengan perlengkapan properti yang digunakan penari "tukang onjai" dan penari "togak luan" - anggota dalam sebuah jalur yang berada di haluan dan kemudi jalur- serta ritme bunyi pluit dan deburan suara air yang di dorong daun dayung (panganyuah) menjadikan pacu jalur semakin memiliki estetis rupa, gerak, bunyi yang bernilai dengan diperkaya nuansa magis - peran dukun jaluar - yang sampai saat ini masih ada terdengar dalam perbincangan di tengah masyarakat. Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial dan bernilai budaya tinggi bagi masyarakat adat kenegerian di kabupaten Kuantan Singingi.(1)

Sebagai sebuah Identitas bagi masyarakat yang berada di daerah DAS (Daerah Aliran Sungai) Sungai Kuantan, sudah sepantasnyalah pacu jalur telah mendarah daging atau begitu digemari oleh masyarakat, karena setiap generasi terus mewarisi emosi, ikatan dan kebanggaan yang lahir dari budaya tersebut tertanam kuat di dalam diri masyarakat pendukungnya, fakta ini selalu kita jumpai saat dua jalur kebanggan penonton baik atas dasar pengelompokan dusun, desa, kecamatan, dan kabupaten pada setiap hilir di Tupian atau gelangang perpacuan, suara sorak sorai, teriakan bahkan bunyi petasan pun senantiasa mengiringi hilir demi hilir dalam memberi semangat, berharap jalur andalan dapat memenangkan perpacuan dalam melewati   enam pancang atau lebih kurang 800-1000 meter tersebut. Isak tangis luapan kesedihan mendalam juga tak jarang kita temui pada penonton maupun pemacu (atlit dayung) usai diumumkan kekalahan tipisnya oleh panitia dewan hakim. terlebih lagi jika dua jalur yang berpacu digadang-gadangkan punya kekuatan yang seimbang atau diprediksi punya kans (kesempatan) yang sama untuk memenangkan perpacuan.

Bagaimana kemudian kans ini dapat diasumsikan atau di prediksikan pencinta pacu jalur atas pengamatan perjalanan jalur-jalur melewati lawan aduannya dari hari ke hari atau putaran demi putaran, hal ini menjadikan berbagai pendapat publik menurut hemat penulis menarik untuk dibahas karena berbagai kemungkinan yang diprediksikan kadang benar terjadi dan bahkan ada pula yang jauh dari perkiraan publik pecinta pacu jalur seperti pada perpacuan pada putaran Kedua Hari Ketiga di Tupian Datuk Bandaro Lelobudhi dalam event pacu jalur rayon IV yang mana Tuah Koghi Dubalang Rajo Kenegerian Kari Kec. Kuantan Tengah mampu mengalahkan Ngiang Kuantan  Cahayo Nagori dari Kec. Gunung Toar yang sebelumnya digadang-gadangkan akan menjadi Juara, namun keadaan berkata lain Tuah Koghi Dubalang Rajo pun tak berhasil menduduki posisi puncak, namun Justru Duri Bingkuang Rawang Panjang dari Pulau Kedundung Kec. Kuantan Tengah yang tidak diduga menjadi Juara pada event tersebut.(2)

Melalui tulisan ini penulis akan menjabarkan hasil kajian sederhana dari inventarisasi berbagai sudut pandang dari penonton yang sering menjadi argumentasi dari opini yang berkembang perihal prediksi kekuatan jalur yang akan berpacu. Memang dalam berbagai pendapat dapat cukup beralasan bila dikaitkan dengan berbagai kajian dan penelitian dari aspek  keilmuan olahraga dayung yang pernah ada. Namun tak jarang pula penonton melandaskannya pada kemampuan magis peran para pawang dan dukun jalur, alasan ini menjadi jawaban yang seolah dibenarkan di saat jawaban logis tak lagi dianggap bisa menjawab hasil perpacuan yang diluar dugaan. Keparcayaan faktor magis ini pulalah yang kemudian memang menjadi salah satu fakta uniknya budaya pacu jalur di kuantan singingi yang pernah ada dan seolah masih diyakini secara turun-temurun.

Setidaknya ada bebeberapa faktor yang menjadi alasan penonton dalam meramalkan atau memprediksi hasil kompetisi dalam sebuah event pacu jalur, yaitu:

1. Faktor Fisik
faktor ini berdasarkan pengamatan pada kekuatan tenaga atau ketahanan pemacu dalam mendayung yang cendrung konstan selama melewati pancang (rute jalur). Faktor fisik menekan pada seberapa tinggi intensitas latihan yang harus dilakukan secara berulang-ulang dan terus meningkatkan beban atau tahanan untuk meningkatkan Kekuatan dan daya tahan otot yang diperlukan untuk pekerjaannya. Latihan harus ditekankan kepada komponen-komponen seperti daya tahan, kekuatan, kecepatan, kelincahan, kelenturan, daya ledak (power), stamina pemacu (atlet) secara keseluruhan.(3)

Selain itu ada fakta lain yang kadang luput dari pengamatan penonton atau pecinta pacu jalur dalam memprediksi prestasi sebuah yang sangat berkaitan dengan faktor fisik, seperti halnya pemacu cadangan dengan kemampuan fisik rata-rata sama dengan pemacu utama yang kadang hanya beberapa orang saja dalam artiam tidak cukup untuk memenuhi isian satu jalur dan hanya berupa selipan pengganti pemacu yang dalam kondisi sakit atau berhalangan ikut saja, ini jelas sangat mempengaruhi hasil pacuan karena pacu jalur harus berpacu beberapa kali putaran dalam satu hari khususnya pada hari ke 2 ke 3 atau hari terakhir (yang dalam iven nasional di tepian narosa dilaksanakan seama empat hari mengingat banyaknya jalur yang berpartisipasi dalam iven ini), sebab bagaimana mungkin pemacu yang sama, tadinya sudah menguras tenaga dapat mengahsilkan tenaga yang maksimal pada aduan putaran selanjutnya, apalagi jalur yang berusaha dilawan adalah jalur yang cukup dijagokan atau memiliki nama besar sebelumnya, belum lagi dalam pacu jalur ada istilah menang menunggu dan bay yang mana pemacu pada jalur tersebut kendati tetap dihilirkan sendiri namun tentu tidak memerlukan   tenaga yang berarti  sehingga bisa pastikan dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan menyimpan tenaga untuk aduan selanjutnya. Sebagai solusi dari keadaan seperti ini bagi sebagianpengurus jalur  memanfaatkan atau menyewa  tenaga pemacu lain yang dianggap dapat membantu tenaga pemacu sehingga jalur tersebut dapan memenangkan perpacuan, nah karena dalam pacu jalur tidak ada aturan yang mengatur tentang larangan tersebut. memanfaatkan bantuan atau tenaga cadangan inilah sebagai salah satu sisi yang terkadang tidak diketahui oleh penonton yang bisa membuat apa yang diperkirakan menjadi jauh dari yang diprediksikan

2. Faktor Teknik dan Skill
Pada pacu jalur faktor teknik diamati pada dua macam yang pertama pada skill tukang uik (yang berperan membelokkan dayung berada pada bagian belakang biasanya dua orang terakhir sebelum tukang onjai) dan pada pendayung. membelokkan jalur apa lagi rute parpacuan yang menikung, disini peran tukang uik sangat menentukan karena membelokkan jalur bisa justru memperlambat jalur karena harus menahan arus atau justru arah lari jalur yang jauh melenceng dari rute sehingga menambah jarak tempuh dan bisa berada pada area dangkal sungai yang mempengaruhi kecepatan jalur. Kedua Teknik mendayung, pada pacu jalur merupakan perlombaan dayung yang menggunakan teknik Dayung maju (Forward Stroke) Berfungsi untuk menggerakkan perahu ke depan. Caranya : dimulai dengan memposisikan dayung berdiri di muka dengan kedua tangan yang berada di gagang atas dan di dekat daun dayung, kemudian masukkan dayung dalam ke dalam air, dilanjutkan dengan menarik (panganyuh) dayung pada sudut dan garis sejajar yang benar hingga mendekat dan setelah sejajar dengan tubuh, mengangkat dayung kemudian putar sejajar dengan permukaaan air, ulangi kembali ke posisi semula. kedalam, ketepatan, kecepatan dan kekompakan pemacu menjadi faktor yang diamati penonton pada setiap jalur yang hilir dalam perpacuan.(4)

3. Faktor Jalur
Jalur memang menjadi faktor yang tak bisa luput untuk di pertimbangkan karena disamping proses pembentukan kayu hutan yang merupakan proses alamiah dari alam, pemilihan kayu untuk di jadikan jalur tentunya memperhatikan baik buruknya jenis, kelurusan kayu, panjang ideal, besar diameter serta usia kayu, agar tukang jalur memiliki keleluasaan dalam pembuatan sehingga bisa menghasilkan bentuk potongan karya jalur proporsional ketika diisi puluhan pemacu (muatan jalur) dan saat dihilirkan, sebab dapat diamati dengan jelas ada kalanya beberapa jalur terlihat berat untuk membawa bagian belakang jalur di atas air, selain itu jalur yang telah disi tentunya memiliki keseimbangan yang baik (tidak gelek) untuk menghindarkan jalur tenggelam (karam) saat dipacukan.

4. Faktor Psikologis Anak Pacu (atlet)
Psikologi adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. faktor psikologi berusaha mempelajari peran fungsi mental dalam perilaku individu maupun kelompok. faktor psikologis atlet ini lebih di pandang sebagai bagaimana sisi psikis anak pacu yang mendorongan motivasi mental pemacu untuk memenangkan perpacuan yang bisa mempengaruhi tekad, kekompakan, solidaritas kepribadian. (5)

Ada dua jenis bidan psikologi yang bisa di amati dan mempengaruhi motivasi atlet salah satunya Psikologi faal adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan fungsi dan kerja alat-alat dalam tubuh. Misalnya mempelajari bagaimana otot seseorang akan bekerja ketika orang tersebut sedang meluapkan rasa marah, senang atau sedih. Karena itulah dalam konsentrasi studi psikologi faal lebih menitik beratkan kepada pengaruh kondisi biologis atau faali seseorang terhadap perilaku atau tindakan orang tersebut. Jadi seandainya seseorang tersebut sering marah, apa yang akan terjadi pada kondisi psikisnya. Begitu juga ketika senang, sedih, dan lain-lain.Kedua, Psikologi Kepribadian adalah cara individu untuk  bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian adalah hasil dari perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya. berdasarkan faktor psikologi faali sudah seharusnya tetap dijaga keadaan emosi anak pacu dalam keadaan  baik atau normal terhadap hal hal yang memicu kestidakstabilan emosi  yang disebabkan beban individu itu sendiri maupun kondisi terkait kepengurusan jalur yang memiliki azas keterbukaan dan menjaga solidaritas tim. selain itu faktor kematangan kepribadian dalam sebuah tim juga tak kalah penting dalam saling memahami demi terjaganya persatuan dan kompakan tim dalam menilai kerja keras dan berusaha memenangkan perpacuan dengan motivasi dan kesadaran kedisiplinan yang tinggi tanpa ada pengaruh beban psikologis negatif dalam diri anak pacu (pemacu).(6)

5. Faktor Keberuntungan/peluang
Banyak pihak yang menilai bahwa keberhasilan jalur dalam melaju putaran demi putaran atau memperoleh prestasi, tidak terlepas dari unsur magis atau peran pawang/dukun yang memungkinkan jalur memiliki kesempatan atau keberuntungan akibat dari mantra-mantra tertentu (ilmua gaib) baik berhubungan dengan sugesti bagi anak pacu, 2pemilihan lawan undian dan pemilihan jalan menjadi aspek keberuntungan yang mempengaruhi keberhasilan bagi Jalur-jalur yang bertarung, sebab bisa anda bayangkan sebuah jalur dengan kemampuan yang di perkirakan biasa saja bisa masuk pada putaran terakhir karena keberuntungan mendapatkan lawan yang tidak seimbang, atau keberuntunhan mendapat undian bay. karena memang kekunikan pacu jalur adalah menggunakan aturan dengan sistim gugur atau Sistem Knockout atau sistem KO merupakan salah satu format turnamen yang melibatkan semua peserta pada awal turnamen.(7)

Disisi lain ada juga melakukan dengan nuansa islami secara keyakinan keagaaman dengan mengamalkan ajaran agama bahwa rezki telah diatur oleh yang Maha Kuasa manusia hanya bisa berusaha semaksimal mungkin lalu berserah diri dengan menanjatkan berdoa setelah melewati serangkaian usaha untuk mendapatkan hasil prestasi yang sesuai.

Mengamati dua sisi magis dan agamis terlepas dari penilaian  kontroversinya, namun inilah yang kemudian sebagai fakta budaya yang memberikan keunikan pacu jalur sebagai   karakteristik kebudayaan yang pernah ada atau berkembang di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi.

Selanjutnya berbicara tentang keberuntungan penulis sependapat dengan apa yang di kemukakan Andre Kurniawan bahwa Bagi kebanyakan orang berpendapat keberuntungan sudah merupakan takdir hidup yang datang dengan sendirinya tanpa diminta tanpa disangka. Dalam tulisannya menegemukakan bahwa keberuntungan adalah pertemuan antara kesiapan dan kesempatan. Jadi ada 2 faktor penting yang harus diperhatikan dalam mendapatkan keberuntungan yakni kesiapan dan kesempatan.(8)

Pendapat ini dapat dikaitkan dengan keberuntungan yang bisa di capai sebuah tim atau jalur yang ingin mendapatkan preatasi yang gemilang dengan Kesiapan yang dalam hal ini berupa rencana yang telah di perhitungkan muaranya menuju keberhasilan, hal ini bisa berupa perencanan latihan, pendanaan, mental apa lagi perencanan tentang segala kemungkinan yang akan di hadapi seperti lawan yang di dapatkan setelah pencabutan undian, jalan kanan ataupun kiri dalam perpacuan, sebab di gelanggang  pacujalur kondisi aliran air dan kedalaman air belum dilakukan kajian mendalam sepertihalnya sirkuit balapan olahraraga otomotif. maka  dengan menilai kemungkinan terjadi perencanaan yang baik merupakan setengah dari keberhasilan Jalur yang akan berpacu. Setelah rencana dipersiapkan, harus diikuti langkah selanjutnya yang lebih konkrit yakni usaha yang maksimal, berdoa penuh keyakinan, dan kesiapan mental untuk menerima kegagalan. Karena pada intinya, tim pacu jalur yang rajin dan disiplin dalam berusaha pasti banyak menemukan jalan dan menciptakan peluang untuk menjemput "keberuntungan".

Dari Iima faktor yang diuraikan di atas, ada beberapa menurut hemat penulis telah menjadi alasan bagi masyarakat pecinta pacu jalur dalam memprediksi kekuatan jalur mungkin memang tidak secara utuh karena keterbatasan informasi yang diperoleh dari data 5 faktor di atas dari jalur yang berpartisipasi tentu menjadi tolak ukur lima faktor diatas dapat di analisis dalam memberikan prediksinya.

Selain itu lima faktor di atas mungkin dapat memberikan masukan dan pertimbangan bagi pengurus jalur, anak pacu, dan masyarakat pendukung dalam menjadikan jalur yang diidolakan memiliki tim pacu yang solid dan kompak sehingga jalur tersebut menjadi Jalur yang benar-benar diperhitungkan di berbagai Tupian atau Gelanggang.

Sebagai bagian dari budaya masyarakat kompetisi pacu jalur tidak hanya bisa di pandang sebagai budaya semata jika para pengurus jalur, anak pacu dan masyarakat pendukungnya berorientasi pada prestasi jalur, memandang jalur sebagai aspek olahraga atletik penting untuk di pertimbangkan secara holistik agar bisa mendapatkan keberhasilan dalam prestasi sehingga menumbuhkan rasa persatuan dan bangga atas usaha yang secara sekaligus melestarikan nilai-nilai budaya pacu jalur itu sendiri dengan estetika seni yang patut dihargai yang sarat dengan nilai kebersamaan, toleran, kerjasama, kerukunan, saling menghargai, sportifitas sebagai bentuk implementasi kearifan lokal.

Teluk Kuantan, 17 Agustus 2016

referensi;

1. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pacu_Jalur, diakses, tanggal 14 Agustus 2016

2.http://m.goriau.com/berita/kuantan-singingi/mengejutkan-ngiang-kuantan-tumbang-tepian-datuk-bandaro-lelo-budi-milik-duri-bingkuang.html

3. http://pakguruolahraga.blogspot.co.id/2013/06/faktor-yang-mempengaruhi-kondisi-fisik,  diakses, 16 Agustus 2016

4. http://caresociety.blogspot.co.id/2009/12/teknik-dasar-mendayung, diakses 15 Agustus 2016

5. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Psikologi, diakses 16 Agustus 2016

6. http://www.wivrit.com/2013/09/10-macam-macam-psikologi-yang-wajib-diketahui.html, diakses 16 agustus 2016

7. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sistem_gugur, diakses 16 Agustus 2016

8. http://m.kompasiana.com/andr3kurniawan/keberuntungan-datang-sendiri-atau-dijemput, diakses 16 Agustus 2016

Senin, 15 Agustus 2016

Menciptakan Lingkungan Sekolah yang Kondusif bagi perkembangan Kepribadian dan Kecerdasan


Oleh : Pispian Rahman, S.Sn
(Guru SMA Negeri Pintar Kab. Kuansing)

Sekolah sebagai salah satu wadah bagi peserta didik mendapatkan layanan guna mengoptimalkan fase perkembangan diri baik dari aspek kepribadian (personality) maupun Kecerdasan (intelektualitas). Sebagai sebuah lembaga pendidikan dalam negara  sekolah bertujuan untuk mengajarkan peserta didik menjadi generasi yang dapat memajukan bangsa di bawah pengawasan pendidik.

Setiap peserta didik merupakan inidvidu yang di yakini memiliki potensi diri dengan keunikan masing- masing dengan berbagai kecerdasan yang ada pada diri manusia. sejalan dengan teori Multiple Intelligence ‘kecerdasan majemuk’ yang dikemukakan oleh Howard Gardner, bahwa setiap individu memiliki intelegensi yang berbeda-beda, dan ternyata intelegensi pun memiliki berbagai jenis antara lain :

1. Kecerdasan Linguistic-Verbal yang merupakan kemampuan untuk menyusun pikirannya dengan jelas juga mampu mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata seperti berbicara, menulis, dan membaca. Pekerjaan yang sesuai bidang ini: penulis, penyair, jurnalis, pembicara,penyiar warta berita.

2. Kecerdasan logik matematik, merupakan kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah. Ia mampu memikirkan dan menyusun solusi (jalan keluar) dengan urutan yang logis contohnya Ilmuan, ahli matematika, akuntan, ahli mesin dan programmer computer, semua menunjukkan kecerdasan matematik yang kuat.

3.   Kecerdasan visual dan spasial adalah kemampuan untuk melihat dan mengamati dunia visual dan spasial secara akurat (cermat).Kecerdasan ini seperti yang tampak pada keahlian pelaut, pilot, pemahat, pelukis dan arsitek.

4.  Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk menikmati, mengamati, membedakan, mengarang, membentuk dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi dan timbre dari musik yang didengar, orang yang menunjukan kecerdasan ini adalah komposer, dirigen, musisi, krtikus, pengarang musik, bahkan pendengar musik

5. Kecerdasan interpersonal ialah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain. kecerdasan ini dapat di amati dari senang bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok atau komite atau lebih suka belajar kelompok dari pada belajar sendiri, dengan profesi sebagai politisi, aktor, pekerja sosial (aktivis),

6. Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan tentang diri sendiri. Dapat memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Mampu memotivasi dirinya sendiri dan melakukan disiplin diri. kecerdasan ini dapat dilakukan ketika memikirkan pengendalian pikiran negatif kita yang sangat dalam dan pribadi termasuk memikirkan dan memecahkan masalah itu sendiri. teolog, psikolog, filsuf, sufi

7. Kecerdasan kinestetik ialah kemampuan dalam menggunakan tubuh kita secara terampil untuk mengungkapkan ide, pemikiran dan perasaan.
Ciri-ciri: kegemaran berolahraga atau melakukan kegiatan fisik, cakap dalam melakukan sesuatu seorang diri. dan senang memikirkan persoalan sambil aktif dalam kegiatan fisik seperti berjalan atau lari. dengan profesi sebagai atlit,
penari, pengrajin.

8.  Kecerdasan naturalis adalah kemampuan untuk mengenali, membedakan, mengungkapkan dan membuat kategori terhadap apa yang di jumpai di alam maupun lingkungan kecerdasan yang mampu memahami dan berdaptasi dengan alam (survive) bertahan hidup dengan alam.Ciri-cirinya senang memelihara atau menyukai hewan, mengenali dan membedakan nama berbagai jenis pohon, bunga dan tanaman. senang melibatkan diri sebagai seorang petani, berkebun atau mungkin suka memancing. seperti ahli  biologi, pecinta alam, petualang alam.

Dari delapan kecerdasan (intelligence) tersebut, pada dasarnya secara hereditas atau bakat setiap diri individu memilikinya keunggulan masing-masing karena memiliki kadar dan berkembang dengan dukungan lingkungan atau pengelaman yang berbeda, dengan begitu menjadikan setiap diri manusia menjadi unik.1
Dengan mengetahui bahwa kita memiliki kelebihan atau kekurangan pada kecerdasan tertentu, kita akan dapat berbenah diri dan meningkatkan kemampuan kita dan membutuhkan dukungan lingkungan yang memberikan dorongan situasi agar perkembangan kecerdasan dan kepribadian manusia khususnya peserta didik dapat tumbuh dengan optimal.

Kesadaran  akan peran-peran tersebut menjadikan keberadaan sekolah yang secara langsung memberikan pengaruh yang nyata bagi peserta didik sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif dan positif dalam setiap interaksi di sekolah perlu menjadi perhatian serius agar sekolah betul mampu menjadi, taman siswa bagi peserta didik seperti yang di gagas tokoh pendidikan kita Ki Hadjar Dewantara yang pada waktu pertama kali didirikan, sekolah Taman Siswa ini diberi nama "National Onderwijs Institut Taman Siswa" yang merupakan realisasi gagasan dia bersama-sama dengan teman di paguyuban Sloso Kliwon di Yogyakarta. 2

lalu kehadiran lingkungan yang bagaimana yang menjadi gagasan agar semua kecerdasan dan kepribadian dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan sekolah yang di gagas tersebut.

Sekolah sebagai sebuah Lingkungan belajar baik di menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga peserta didik merasa kerasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.3

Kondisi di mana sekolah yang benar kondusif yang di di harapkan tentunya membutuhkan upaya pembinaan terus menerus sehingga benar-benar dapat membudaya dan menjadi karakteristik sekolah dari setiap generasi atau peserta didik yang selama tahun tahun belajar di sekolah tersebut. ada pun hal-hal yang perlu ditumbuhkembangkan pembinaannya antara lain sebagai berikut :
1. Keimanan dan ketakwaan (religius)
Keimanan merupakan hubungan manusia dengan Tuhan ini sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Keimanan ini perlu dibina dan ditumbuhkembangkan sesuai keyakinan masing-masing. Dengan keimanan diharapkan setiap peserta didik dapat membina dirinya menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur yang berimplikasi pada peningkatan kecerdasan Intrapersonal peserta didik (intelegensi spritual)

2. Kejujuran
Dalam berbagai hal sikap dan tindakan jujur  bertanggungjawab harus diwujudkan dan ditumbuhkembangkan sehingga menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun diri sendiri  dan orang lain. Kejujuran dan perilaku tegas yang harus dilaksanakan.
3  Keteladanan
Memberikan contoh melalui perbuatan atau tindakan nyata, karena keteladanan jauh lebih penting dari pada memberikan pelajaran secara verbal. Kepala sekolah dapat memberi keteladanan kepada guru maupun pegawai dan selanjutnya guru kepada siswa, demikian pula kakak kelas kepada adik kelas.
4  Demokratis
Suasana yang menunjukkan adanya kebebasan  mengeluarkan pendapat dan menghargai perbedaan sesuai dengan sopan santun berdemokrasi. Adanya suasana demokrasi dilingkungan sekolah akan memberi pengaruh pada pengembangan budi pekerti saling menghargai dan saling memaafkan.
5.  Kepedulian
Kepedulian terwujud dengan sikap empati dan saling menasehati, saling  memberitahukan, saling mengingatkan, saling menyayangi dan saling melindungi sehingga setiap masalah dapat diatasi cepat dan mudah.
6.  Keterbukaan
Sistem manajemen yang terbuka akan menghilangkan sikap saling curiga berburuk sangka dan menghilangkan fitnah. Hal ini hendaklah dipraktikkan oleh kepala sekolah,  pegawai tata usaha, guru dan para siswa.
7.  Kebersamaan
Kebersamaan ini diarahkan untuk mempererat hubungan silaturahmi antar warga sekolah sehingga terwujud suatu suasana persaudaraan dalam tata hubungan sekolah yang harmonis.
8.  Keamanan
Keamanan merupakan modal pokok untuk  menciptakan suasana sekolah yang harmonis dan menyenangkan. Warga sekolah  harus proaktif mengantisipasi dan mengatasi segala bentuk gangguan dari luar dan dalam lingkungan sekolah.  Keamanan menjadi tanggungjawab bersama seluruh warga sekolah.
9.Ketertiban
Dalam segala hal disekolah ketertiban adalah suatu kondisi yang mencerminkan  keharmonisan dan keteraturan dalam pergaulan antar warga sekolah. Ketertiban tidaklah tercipta dengan sendirinya melainkan harus diupayakan oleh setiap warga sekolah.
10. Kebersihan
Suasana bersih, rapi dan menyegarkan secara berkelanjutan akan memberi kesan menyenangkan bagi warga sekolah. Kebersihan meliputi fisik dan psikis, jasmani dan batin.
11. Kesehatan
Kesehatan menyangkut aspek fisik dan psikis, dan ini harus diupayakan dan dibangun oleh seluruh warga sekolah.
12. Keindahan
Lingkungan sekolah, ruang kantor, ruang  guru, ruang kelas, perpustakaan, halaman, kebon dan taman sekolah yang rapi dan indah terkesan menyenangkan dan seni. Keindahan sekolah harus diciptkan dan dijaga terus menerus oleh warga sekolah agar tidak sirna sehingga iklim sekolah selalu menjadi segar, tetap aktif dan menyenagkan .
13. Sopan santun
Sopan santun adalah sikap dan perilaku sesuai dengan adapt istiadat atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat  dalam hubungannya dengan diri sendiri, keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan sekolah merupakan bentuk masyarakat tersendiri, berbeda dengan masyarakat yang berada diluar lingkungan sekolah.  Masyarakat lingkungan sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha dan peserta didik dengan interaksi social yang memiliki tujuan yang sangat jelas yakni belajar. 4

Dalam beberapa kondisi di sekolah yang saat ini kita jumpai di sekitar, apa lagi sekolah yang telah berdiri dan di bina sekian lama tentunya sudah ada yang mengindikasikan upaya yang sudah membudaya di lingkungan sekolah tersebut dari hal-hal pembinaan yang di uraikan sebelumnya, namun di bebrapa sekolah juga masih perlu meningkatkan bebarapa hal yang belum terlihat dan membudaya terutama dalam iklim lingkungan sosial sekolah, di sisi lain dari segi lingkungan fisik tentunya membutuhkan dukungan dari pemerintah guna melengkapi sarana penunjang pembelajaran di sekolah yang kemudian di lanjutkan dengan upaya perawatan dan penataan lingkungan fisik yang ada oleh warga sekolah dan stakeholder yang terlibat.

Pentingnya situasi kondusif pada lingkungan sekolah ini  juga di dasarkan pada hasil penelitian dan kajian yang telah sebelumnya oleh para pemikir dan ahli psikologi pendidikan, seperti halnya yang di kemukakan oleh William Stern seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Jerman, dengan pandangan Aliran Konvergensi (berpusat ke satu titik)  bahwa faktor perkembangan Kepribadian dan kecerdasan manusia dapat di pengaruhi oleh faktor hereditas atau bakat dan lingkungan.

Pemikiran pendidikan William Stern bertumpu pada hasil sintesis dari dua teori sebelumnya, yang selanjutnya dikenal dengan teori Konvergensi, menurut Teori Konvergensi, bahwa bagaimanapun kuatnya yang dinyatakan dalam Teori Empirisme ( dipengaruhi pengalaman) dan Nativisme (dipengaruhi kelahiran) namun keduanya kurang realistis. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja tanpa pengaruh lingkungan pendidikan yang positif dan maksimal tidak akan dapat membina kepribadian yang ideal.Teori konvergensi ini lebih lanjut mengatakan bahwa walaupun manusia berasal dari pembawaan yang sama, namun amat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kemampuan dua anak kembar yang ketika lahir sudah dapat ditentukan oleh Dokter yang mengatakan, bahwa pembawaan mereka sama, namun jika keduanya dibesarkan dalam lingkungan yang berlainan, mereka akan memiliki perkembangan jiwa dan kepribadian yang berbeda.

Dikalangan sebagaian pemikiran pendidikan islam yang berpendapat bahwa ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Adalah ajaran yang sejalan dengan teori konvergensi. Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi yang artinya: bahwa setiap anak yang dilahirkan telah membawa fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak tersebut menjadi yahudi, Nasrani atau Majusi (HR. Baihaqi). 5

Merujuk pada aliran kovergensi yang di kemukakan  William Stern (1871 - 1938) tersebut upaya-upaya dalam menciptakan lingkungan yang kondusif di lingkugan sekolah baik dari aspek fisik, maupun aspek sosial menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan dan di sadari setiap warga sekolah dan di fahami sebagai sebuah kebutuhan dalam meningkatkan potensi kecerdasan dan kepribadian yang dimiliki peserta didik.

kesadaaran akan kebutuhan situasi positif akan lingkungan (empiris) pengalaman ideal bagi sekolah  ini akan menjadi fondasi yang mendorong peran aktif setiap warga sekolah tidak terkecuali bagi peserta didik untuk dengan secara sadar membangun yang dalam prilaku nyata diwujudkan dengan penumbuhan sikap Keimanan, Kejujuran, Keteladanan, Demokrasi, kepedulian, kebersamaan, keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan serta sopan santun. pentingnya kebutuhan akan peran aktif diri Guru maupun peserta didik dalam mendorong lingkungan ini sejalan pula dengan Teori belajar Kostruktivisme (membangun, menyusun pengetahuan) yang di kemukakan Jean Piaget Konstruktivisme merupakan pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Dalam pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. sehingga dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya mampu membina pengetahuan mereka secara mandiri.(Active Learning)

2. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru dalam ruang lingkup interaksi belajar (cooperative Learning)

3. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.6

Dengan demikian menurut hemat penulis banyaknya kajian yang telah mendukung pentingnya sebuah situasi lingkungan kondusif bagi peserta didik mulai dari Jenis-jenis Kecerdasan yang dimiliki individu yang di kemukakan Howard Gardner, Pandangan Empirisme John Locke dan Teori Konvergensi William Stern serta Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget yang juga mendasari konsep Kurikulum K13 yang  memiliki pendekatan Saintifik dalam pendidikan kita menjadikan bahwa pengalaman atau penciptaan kondisi lingkungan yang kondusif untuk membina dan mengembangkan Kecerdasan dan Kepribadian di sekolah patut menjadi kesadaran dan perhatian bersama tidak hanya bagi peserta didik dan guru namun juga seluruh stakeholder pendidikan yang ada.

Pangean, 24 Juli 2016

Referensi :
1.  https://id.m.wikipedia.org/wiki/Howard_Gardner.
2.  https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sekolah_Taman_Siswa
3.  https://martinis1960.wordpress.com
4. Moh. K. zaman. Makalah Sekolah kondusif : http://kamiluszaman.blogspot.
5. Konsep Pemikiran William Stern : http://mhstarbiyah.iainpalu)
6.  https://id.m.wikipedia.org/wiki/Konstruktivisme

Arah Kebijakan Pendidikan Pemerintah Daerah Kab. Kuantan Singingi Harus Memprioritaskan pada Pembinaan dan Penciptaan Ruang Keilmiahan Guru

Penulis : Pispian Rahman, S.Sn
(Guru SMA Negeri Pintar Kab. Kuansing)

Sudah seharusnya kebijakan pemerintah daerah terhadap peningkatan pendidikan Kabupaten Kuantan Singingi kedepan lebih menitik beratkan pada Aspek Pembinaan Kemampuan Profesional Pendidik dan Tenaga Kependidikan, pandangan ini di dasari pada program dan peganggaran kegiatan terhadap tingkat capaian yang ditunjukkan Lembaga Pendidikan untuk tingkat profesionalitas guru dalam beberapa tahun terakhir belum menunjukkan peningkatan yang berarti, berdasarkan data yang publis kementrian pendidikan dan kebudayaan bahwa Kabupaten Kuantan Singingi  masih berada dalam urutan ke 10 dari 12 kabupaten/kota merujuk hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) - menilai kompetensi pedagogi dan kompetensi Profesional -  dengan rerata 52,86 itu artinya masih belum mencapai niliai minimal rerata 55 nasional yang di tetapkan pemerintah bahkan berada di bawah Kabupaten Meranti yang berdiri pada tahun 2009 dengan rata-rata 53,33, standar minimal ini setiap tahunnya akan terus ditingkatkan pemerintah pusat hingga ditargetkan rerata UKG bisa mencapai 80, di tahun 2019. di sisi lain jika ditelisik lebih jauh apa yang menjadi cerita diamana konon katanya kuantan singingi dulunya (masih INHU) banyak melahirkan guru-guru yang memberikan kontribusi dalam kemajuan dunia pendidikan di Provinsi Riau.
Mencermati arah kebijakan penganggaran Dinas Pendidikan dapat di simpulkan bahwa di satu tahun terakhir pemerintah lebih memprioritaskan pada aspek fisik, berupa pembangunan sarana dan prasarana,  bahkan program penganggaran bersifat pembinaan dan pelatihan baik bagi guru, tenaga pendidikan maupun pembinaan atau kompetisi bagi  peserta didik yang berbentuk olimpiade, festival dan lomba (OSN, O2SN dan FLS2N) luput dari perhatian, dari data 2015 lalu pendidikan baru di anggarkan  158 M dengan persentase 10,43%  ditambah 402 M bersumber dari APBN (Kemendikbud: Neraca Pendidikan Daerah), padahal upaya strategis untuk menjawab tantangan isu pendidikan nasional tidak bisa terlepas dari peran serta pemerintah daerah melalui kewenangan otonomi daerah yang di milikinya. Memang tidak dipungkiri pula kebutuhan akan sarana penunjang pendidikan juga merupakan satu aspek yang dibutuhkan seperti juga data yang di Dirjen kementrian pendidikan dan kebudayan sudah membaik terutama di jenjang SMP dan SMA hanya saja pada Jenjang SD masih terdapat 140 sekolah yang rusak berat dengan 1338 ruang kelas yang rusak ringan (sumber ;Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan PDSPK ; 2015), namun tentunya hal tersebut tidak mengabaikan penganggaran dalam hal pembinaan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan yang berupa pelatihan atau Bimtek bagi Penilik, kepala sekolah, guru yang juga jauh lebih penting termasuk program atau kegiatan bagi peserta didik bagi seluruh jenjang berupa kompetisi baik bersifat akademik maupun non akademik untuk di setingkat sekolah, kecamatan, kabupaten guna memetakan dan memacu daya saing peserta didik di tingkat yang lebih tinggi.
Kenyataan minimnya pelaksanaan program pengembangan diri keprofesian (PKB) berupa ruang-ruang ilmiah guru berupa pelatihan atau bimtek memberikan kekhwatiran bagi guru untuk bisa mendapatkan kesempatan memperoleh sertifikat PKB, diperburuk lagi dengan minimnya support atau dorongan pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan untuk menghidupkan kegiatan/program KKG, MGMP yang seharusnya bisa menjadi solusi menciptakan ruang ilmiah guru, hal ini dibuktikan belum terbentuknya forum tersebut untuk seluruh mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah sehingga kondisi ini berimplikasi pada terhambatnya jenjang karir dan kepangkatan guru, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pengembangan keprofesian berkelanjutan merupakan salah satu unsur utama yang diberikan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru dan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini dikarenakan guru merupakan tenaga profesional yang mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat penting dalam mencapai visi pendidikan 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia cerdas dan kompetitif.
Berkaitan tentang tuntutan Publikasi ilmiah adalah karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk kontribusi guru terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran di sekolah dan pengembangan dunia pendidikan secara umum yang dapat berupa persentasi pada forum ilmiah sehingga Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal akibat sulitnya ruang atau forum ilmiah yang di siapkan atau tersedia bagi guru atau praktisi pendidikan sebagai permulaan pembinaan, apalagi kegamangan atau tidak mudahnya untuk menerbitkan publikasi ilmiah karena akses penerbitan terhadap media publikasi di daerah yang memiliki ISBN (International Standard Book Number) yang dipersyaratkan, upaya ini tentunya perlu dukungan yang riil dari pemerintah daerah ditengah-tengah kampanye budaya litetasi sekolah yang di Programkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI sehingga nantinya tercipta iklim profesionalitas dan budaya keilmiahan di lingkungan pendidikan yang pastinya berimplikasi pada keberhasilan pendidikan yang berkualitas serta cita-cita peningkatan Sumber Daya Manusia di Kabupaten Kuantan Singingi.

Teluk Kuantan, 21 Juli 2016